- 28 February, 2018
- Posted by: NTFP Indonesia
- Category: CBC
Kecamatan Jempang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kutai Barat. Memiliki danau Jempang sebagai icon wisata Kutai Barat, Kecamatan Jempang menjadi perhatian tersendiri bagi turis-turis baik lokal maupun mancanegara sebagai tujuan wisata. Keindahan Danau Jempang bak magnet yang membius mata setiap orang yang memandang.
Tidak hanya keindahan Danau Jempang yang memanjakan mata, Kecamatan Jempang juga memiliki kekayaan seni budaya yang masih terjaga dari generasi ke generasi. Kekayaan seni budaya tersebut antara lain tari tradisional penyambutan tamu/turis (tari gantar, tari selendang, tari moyan doyo, tari belian, dan tari gong), rumah adat suku Dayak (Lou/Lamin Adat), aneka ragam kerajinan tangan berupa patung, aksesoris manik-manik, sulam tumpal, tenun badong tencep, dan yang menjadi kebanggaan tidak hanya bagi Jempang akan tetapi juga Indonesia adalah kerajinan tenun doyo yang terbuat dari serat daun doyo (Curculigo latifolia).
Tenun doyo merupakan sebuah mahakarya yang luar biasa dari suku Dayak Benuaq, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Kain tenun ini terbuat dari serat daun doyo yang diolah dengan proses manual dan tradisional tanpa bantuan mesin. Untuk menghasilkan satu lembar tenun doyo jika dilakukan dari proses awal akan memakan waktu sekitar satu bulan. Proses tersebut meliputi panen daun doyo, mengekstrak serat daun doyo (ngelorot), menjemur serat/sniq, memuntal/membuat benang, menyusun benang, memotif/ikat, mewarnai benang dengan pewarna alam (panen bahan pewarna, mengekstrak pewarna, pencelupan, pengeringan), menyusun benang (ngorak), dan menenun.
Tenun doyo memiliki bermacam-macam motif yang terinspirasi dari hewan ataupun tumbuhan di sekitar kampung dan masing-masing motif memiliki makna dan cerita. Salah satu contoh motif adalah motif udoq/patung bercerita tentang berladang. Ketika berladang harus membuat udoq untuk menjaga ladang dari hewan-hewan pengganggu. Kemudian udoq tersebut diaplikasi ke dalam tenunan. Selain itu, udoq juga merupakan salah satu budaya suku Dayak yang sangat penting sehingga menginspirasi perajin untuk membuatnya menjadi salah satu motif tenun doyo.
Selain memiliki motif yang beraneka ragam, tenun doyo juga memiliki keunikan warna. Warna-warna pada tenun doyo berasal dari bahan pewarna alam yang berasal dari sekitar kampung dan hutan. NTFP-EP Indonesia telah melakukan pendampingan terhadap perajin tenun doyo dalam mengembangkan pewarna alam yang merupakan budaya asli tenun doyo warisan nenek moyang. Kegiatan tersebut dilakukan sejak tahun 2014 hingga 2017. Dari kegiatan pendampingan tersebut telah diidentifikasi dan diuji coba tanaman-tanaman di sekitar hutan dan kampung yang potensial sebagai bahan pewarna alam tenun doyo. Bahan pewarna tersebut antara lain serbuk ulin (pemanfaatan limbah pemotongan kayu), kulit batang nepo, kulit batang ketungan, kulit batang lai, dan akar otter menghasilkan warna cokelat; kunyit, daun pemuda, daun jepun/putri malu, dan daun mangga menghasilkan warna kuning; daun terujak menghasilkan warna merah muda; daun jambu biji, daun gerengak menghasilkan warna hitam; daun tarum/indigo menghasilkan warna biru dan hijau; buah bekakakng/karimunting menghasilkan warna ungu; kulit batang pohon bayur dan bawang doyo/bawang kalimantan menghasilkan warna cokelat kemerahan; dan masih banyak lagi jenis-jenis tanaman hutan di sekitar kampung yang memiliki potensi sebagai bahan pewarna alam tenun doyo.
Budaya tenun doyo ini harus terus dilestarikan, baik oleh perajin maupun oleh masyarakat Indonesia. Karena dengan melestarikan budaya ini maka kita turut berperan serta dalam melestarikan salah satu budaya nusantara dan secara tidak langsung berperan dalam pelestarian hutan.
Romawati
Kutai Barat Field Officer NTFP-EP Indonesia